Pusat Komunikasi Nasional (Jamaah Nuruzzaman UKMKI Universitas Airlangga) &
Pusat Komunikasi Daerah Malang Raya(UAKI)
Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus
Atas nama keamanan negara dan anti terorisme, pemerintah komunis Cina telah menoreh sejarah kelam dengan mengekang kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berpendapat, serta melakukan diskriminasi sosial. Partai Komunis Cina yang menjadi penguasa tunggal pemerintah telah melakukan tindakan represif seperti pembantaian ratusan mahasiswa Cina pada 4 Juni 1989 di Tiananmen serta penekanan dan penindasan Falun Gong. Hal ini menunjukkan keadilan di Cina tidak berjalan dengan baik.
Saat ini, selain kepada suku Tibet yang didominasi penganut Lamaism, tekanan dan diskriminasi yang dilakukan oleh rezim pemerintahan Cina juga menimpa saudara-saudara muslim kita di Xin Jiang. Daerah yang sebelumnya bernama Turkestan Timur atau Uighuristan ini sebagian besar dihuni etnik Uighur dan minoritas Muslim dari etnis lain. Insiden penyerangan terhadap kelompok muslim sudah berulang kali terjadi di wilayah berpenduduk 20 juta jiwa ini.
Ketegangan etnis memuncak ketika terjadi bentrokan antara suku Han (etnis mayoritas di Cina, kebanyakan berideologi komunis) dengan suku Uighur (kebanyakan muslim) di asrama etnis Uighur di pabrik mainan Xu Re di Kota Shaoguan pada 26 Juni lalu, dengan faktor pemicu yang tidak terbukti kebenarannya. Insiden ini menyebabkan 2 perempuan dari etnis Uighur meninggal. Akhirnya Ahad lalu (5/7), suku Uighur menggelar aksi protes damai untuk menuntut pengusutan atas insiden itu.
Namun kerusuhan tak terelakkan. Mengenai hal penyulut dan siapa yang memulai, muncul berbagai versi dalam reportase media. Ada yang menyebut awal dari kerusuhan adalah tembakan aparat Cina ke arah orang-orang Uighur yang melakukan protes damai dan mendesak mereka ke gang-gang kecil dan kemudian membunuhnya, banyak orang Uighur yang luka dan meninggal. Sedangkan kantor berita resmi Xinhua, diikuti media lain, merilis bahwa pihak Uighur telah menyulut kerusuhan ini dengan menyerang aparat. Xinhua juga menunjukkan bahwa korban kebanyakan dari suku Han. Dari 184 korban -masih menurut Xinhua- 137 dari suku Han, selain itu setidaknya 1.000 orang luka-luka. Sementara dari pihak Uighur mengklaim korban tewas mencapai hingga lebih dari 400 jiwa.
Pada saat yang sama, koneksi internet dan saluran telepon diputus. Reporter asing tidak boleh meliput dengan alasan keamanan. Tentara komunis Cina hampir memukuli para reporter yang berusaha meliput dari masjid raya Id Kah di Kashgar.
Kesimpangsiuran berita menunjukkan adanya berbagai representasi kepentingan dan idealisme media serta merupakan indikasi adanya usaha untuk memanipulasi kebenaran serta propaganda.
Terlepas dari ketidaksinkronan atas berita tentang kronologi kerusuhan itu, seluruh media sepakat bahwa pasca kerusuhan itu pemerintah menutup masjid-masjid dan Jumat lalu (10/7) umat muslim Xin Jiang dilarang sholat Jumat. Seluruh media mengakui pemerintah komunis Cina telah lama melakukan diskriminasi dan bertindak represif terhadap suku-suku minoritas, terutama suku Tibet, Manchu dan Uighur. Terkait kebebasan beragama, semua agama di Cina dikendalikan oleh Administrasi Negara untuk Urusan Agama. Namun selama ini pembatasan dan tekanan yang ditujukan kepada etnis muslim, termasuk etnis Uighur dan Hui, sangat berlebihan seperti:
· Pemerintah lokal melarang wanita muslimah memakai cadar dan para laki-laki muslim mengenakan kain sorban serta mencukur cambang dan kumis. Tanda dan simbol-simbol Islam dilarang
· Shalat tarawih dilarang; muslim dipaksa makan ketika puasa; anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak berhak beribadah di masjid.
· Pelarangan ibadah di sekolah dan tempat kerja.
· Pelarangan mengajarkan alQur'an secara privat. Hanya alQur'an versi cetakan pemerintah yang diizinkan.
· Pelarangan lembaga-lembaga Islam.
Diskriminasi rasis sangat kental dalam kehidupan mereka, baik oleh etnis Han maupun pemerintah. Kendaraan umum enggan memuat orang-orang Uighur. Pemerintah China memberi label kepada mereka sebagai 'teroris musuh negara'. Dalam hal investasi dan subsidi, etnis Han selalu menjadi prioritas dari pada Uighur. Secara bertahap & sistematis, perpindahan orang-orang Han ke Xin Jiang telah menggerus kebudayaan lokal serta meningkatnya dominasi Han yang bukan hanya dalam kuantitas, namun juga hegemoni politik dan perekonomian. Usaha migrasi etnis Han ke Xin Jiang diduga bertujuan untuk mengeksploitasi minyak dan gas alam yang merupakan kelebihan tanah Xin Jiang.
Melihat fenomena dan tragedi ini, FSLDK yang terhimpun atas Lembaga Dakwah Kampus se-Indonesia, menyatakan:
1. Menyerukan kepada para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, untuk menekan otoritas Cina agar segera memperbaiki kondisi HAM.
2. Mendesak otoritas Cina untuk segera mengatasi konflik dengan menegakkan keadilan serta menghentikan monopoli politik, ekonomi dan sosial demi terwujudnya kesejahteraan bersama.
3. Meminta otoritas Cina untuk mengurangi kekerasan serta mendahulukan introspeksi dalam setiap insiden perlawan etnis minoritas sebelum menyalahkan pihak lain. Insiden-insiden separatis sangat besar kemungkinannya bahwa etnis-etnis minoritas merasakan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan etnis Han.
4. Menghimbau media untuk mencerna dan tidak menelan bulat-bulat sebelum menyebarkan berita yang dirilis media Cina serta melihat konflik dari sudut pandang objektif karena media memiliki tanggung jawab moral dan sosial dalam kaitannya dengan hal ini.
Surabaya, 12 Juli 2009
Ketua PUSKOMNAS FSLDK
Dani Setiawan
No comments:
Post a Comment